Mudik Lebaran

Mudik Lebaran

Setelah saya tiba di jakarta, ada teman yang tanya apakah saya sudah ada di "Indon" atau belum. Sebagai TKI saya "tersinggung" juga. Saya pikir apa teman saya itu sudah jadi kaki tangan Badawi, ya? Tapi memang, mungkin dalam pesawat dari kuala lumpur ke cgk itu (klm transit di kl) ada juga TKI yg pernah dianiaya oleh kaki tangan Badawi, walaupun dalam penerbangan yg hanya 1.5 jam itu tidak terlihat profil penumpang seperti kalau saya naik emirates, qatar atau saudi airlines. 

Kalau dari eropa naik airlines ini, transit di negara2 arab. Dari situ biasanya ada penumpang baru, orang2 indonesia. Terus terang ada yang kelakuannya agak minus. Banyak juga yang kelihatannya agak "kasian-kasian". Beberapa kali selama penerbangan kami mau tidak mau kena curhat. Ada curhat senang karena dapat majikan baek, katanya kalau musim libur sampai dibawa ke London segala. Tapi ada juga yang curhat sedih. 

Sampai di cengkareng biasanya jalurnya dipisah. Ada petugas yang manggil2 "TKI sebelah sini, TKI sebelah sini!". Walaupun saya effectively juga TKI, tapi saya tidak mengikuti ajakannya. Mungkin untuk TKI/TKW "beneran" memang ada tanda khusus di paspornya ya. 

Pernah suatu kali ada TKW yang tampaknya "nyasar" sendirian. Dia bingung tidak ngerti gimana caranya ngisi arrival card, tanya ke saya. Padahal paspornya ada di tangannya. Ya saya kasih kursus singkat: satu kotak satu huruf/angka. Saya lihat bagaimana waktu dia mengisinya. Eh, baru ngisi beberapa huruf aja dia terus bilang, "mas aja deh yang ngisinya". Hhhhhh..., menyedihkan banget, TKW macam gini sih pantes aja gampang jadi korban orang Arab / kaki tangan Badawi yang jahat. 

Maaf saya tidak bawa oleh2 khusus. Karena kalau dari Belanda saya bingung mesti bawa apa. Masa mau bawa "emping pedis", "katjang pedis", "sambal oelek", "sambal trassi", "loempia", "kroepoek", "sateh ajam" dan ""boemboe ajam pangang" (pangang! bukan panggang!). Ini semua tersedia di supermarket di belanda. Ha3, mereka kelamaan menjajah kita, sampai2 perutnya tidak pernah bisa lepas lagi dari makanan jajahannya. Jadi saya bawakan oleh2 berupa beberapa foto yang terbawa di komputer saya.

Foto ini saya ambil musim semi yang lalu, waktu jalan2 bertiga dengan istri (perempuan) dan anak (perempuan, 17 tahun). Saya katakan istri saya perempuan, karena kalau di belanda suami-istri itu bisa pria-pria atau perempuan-perempuan. Dan anehnya mereka bisa punya anak. Pasangan pria-pria adopsi anak (asal india atau cina cukup populer), pasangan perempuan-perempuan bisa punya anak kandung yang setengah bahan mentahnya berasal dari bank sperma. Dan tentu saja, selain menikah mereka juga bisa cerai secara catatan sipil maupun agama (di gereja2 yang mengizinkannya). 

Makanya membesarkan anak di negeri seperti ini tidak mudah. Untung istri saya pandai mendidik anaknya (dan mendidik saya juga, he3). Tahun ini banyak dari SMAnya yg tidak lulus. Anak saya bilang "itu sih kebanyakan anak2 lesbi yang maen melulu". Kembali ke foto. Itu padang bunga tulip di daerah dekat rumah saya. Belanda ngakunya negara tulip, padahal tulip asalnya dari Turki (nanti Malaysia ikut2an mau ngaku2 negara batik). Tapi belanda yang pinter ngejualnya (nanti Malaysia yang pinter ngejual batik). Padang bunga seperti ini hanya ada sekitar pertengahan april. Cuaca yang sudah tidak dingin, angin yang sudah tidak kencang, bisa bikin betah naik sepeda. Yang diincar adalah bol nya (yang ada di bawah tanah). Makanya daerah ini disebut Bollenstreek.

 
Foto ini saya ambil karena saya ingin meniru postcard yang ada di toko buku. Lumayan juga kan hasilnya?

  Ini adalah kincir angin yg sudah jadi objek turis di Leiden. Kami tinggal di Leiderdorp = Leiden coret. Kami sudah seperti penduduk lokal, hampir 10 tahun lewat sini tapi tidak pernah mengunjunginya. Jadi jangan tanya ada apa di dalamnya.
   Ini lokasinya di pantai sekitar 20 km dari rumah saya. Foto ini diambil waktu saya naik sepeda bersama2 istri, yaitu waktu mulai pacaran lagi (krn anak saya sudah teen-ager dan mulai punya acara sendiri).

Tiga foto di atas adalah kota Leiden. Sama juga, waktu saya pacaran lagi dengan istri saya jalan2 di keremangan romantis kota. Foto pertama adalah balai kotanya,yang kedua adalah adalah contoh tipikal lorong2 sempit di kota belanda, dan yang ketiga kanal di pusat kota. 

Saya lumayan lama tinggal di Belanda. Kalau dijumlah-jamleh sudah 15 tahun (87-88, 91-96, 99-sekarang). Tapi herannya saya jadi tau tentang kejahatan penjajah dari bangsa penjajahnya sendiri. Dulu saya tidak pernah tau ada yang namanya nota-nota ekses (excessen nota). Atau saya termasuk murid yang malas belajar? Nota ekses adalah hasil investigasi kejahatan2 perang belanda di Indonesia waktu perang 1945-1949. 

Dibuatnya sekitar akhir thn 60-an, karena waktu itu ada eks tentara belanda yang buka mulut, namanya Heutink. Dia dihantui oleh perasaan dosa karena membantai penduduk. Kita hanya tau Westerling membunuh 40.000 orang di sulawesi kan? Tapi yang lainnya dan bagaimananya tidak pernah tau. Nah orang itu bilang bagaimana orang2 desa dikumpulkan ke dalam mesjid, yang terus ditembaki oleh unitnya, dengan 'finishing touch': yang masih mengerang-ngerang kesakitan dihabisi. 

Diberi nama nota ekses, karena Belanda tidak mau bilang bahwa itu semua adalah kejahatan perang. Kalaupun Heutink minta diadili, ya hanya dia saja yang diadili, yang lainnya tidak bisa diseret, karena namanya juga ekses bukan kejahatan. Sampai saat ini pun sekali-sekali masih ada pengakuan2 baru dari eks tentara belanda.

Tahun '95 juga saya ada di belanda. Bulan-bulan sebelum peringatan 50 tahun kemerdekaan Indonesia, media di sini dipenuhi oleh cerita2 dari jaman penjajahan (istilah mereka: jaman kolonial). Borok2nya keluar di koran dan tv. Yang saya senang, sempat lihat dokumenter yang dibuat oleh TV Belanda di sekitar tahun 70-an yang ada wawancara dengan Bung Hatta, Pak Nas dan bbrp tokoh Indonesia lainnya tentang jaman revolusi 1945-1949 itu. Judulnya juga "Indonesia Merdeka". Padahal bagus juga kalau video begini dijadikan bahan pelajaran anak2 kita juga.

Tapi Belanda pintar mendidik anak-anak bangsanya. Mereka tidak larang kalau ada yang mau buat dokumenter seperti begitu. Mereka mengajarinya, di jaman kolonial dulu Belanda membantu bangsa yang terbelakang, bantu membuat jalan, industri perkebunan, sekolah, tata kota, administrasi negara, dst. Tapi bangsa Indonesia merasakannya sebagai masa-masa penuh penderitaan. Dua-duanya benar, tapi kalau kepala kamu mau tegak, ingat saja yang pertama disebut tadi.

Wah, sudah malam, ngomong ngelantur kepanjangan nih saya. Tidur masih kacau. Biasa..., kalau mudik tidak ada motivasi untuk melawan jet lag. Kalau ngantuk ya saya ikuti. Akibatnya malam susah tidur….

Popular posts from this blog

Indonesia Calls!

Contents

History & Commemoration