Teman sejati setara beradab
Baik Belanda maupun Indonesia menghadapi masalah ilegalitas yang serupa. Namun, ada perbedaan dalam kebijakan pemberian visa. Pemerintah Belanda menerapkan prinsip “kotor sampai terbukti bersih” terhadap orang Indonesia, sedangkan pemerintah Indonesia menganut asas “bersih sampai tertangkap kotor” terhadap orang Belanda.
Pada tanggal 1 Februari 2004 pemerintah Indonesia pernah menerapkan kebijakan reciprocity (timbal balik) dengan mengharuskan warga negara Belanda terlebih dahulu mengambil visa di KBRI di Den Haag, layaknya seperti warga negara Indonesia harus ke kedubes Belanda di Jakarta. Dalam suatu penerbangan ke Indonesia, seorang penumpang warga negara Belanda bercerita ia harus repot-repot datang ke KBRI Den Haag untuk mendapatkan stiker di paspornya, tetapi ia mengerti sepenuhnya kebijakan itu. “Belanda yang duluan begitu…”, ujarnya.
Sayangnya, Yusril Ihza Mahendra, ketika itu menjabat Menteri Hukum dan HAM, terlihat emosional saat diprovokasi oleh wartawati Belanda Vaessen untuk memberikan alasan atas kebijakan itu. Penjelasannya mengesankan kebijakan membalas, tit-for-tat, dan terlontar kata benci dalam wawancara itu yang langsung menjadi santapan para politikus. Sikap seperti ini tidaklah konstruktif, tidak diplomatis, apalagi kalau penyampaiannya terlihat emosional, seperti dendam kesumat saja. Penjelasan atas suatu kebijakan hendaknya mengemukakan alasan-alasan yang rasional agar tidak mudah dipatahkan. Boleh saja keras dan tegas, tapi harus bersih dari bumbu-bumbu emosi.
Kebijakan itupun tidak berumur lama. Bisik-bisik antara Balkenende dan SBY
pada tahun 2006 membuahkan kelonggaran, yaitu warga negara Belanda boleh
mendapatkan VOA pada saat kedatangan di Indonesia. Sedangkan warga negara
Indonesia masih tetap harus bersabar datang ke kedubes Belanda di Jakarta
dengan status “kotor” memohon visa untuk berkunjung ke Belanda.
Sistem
online appointment yang sekarang
berlaku tidak membawa perubahan mendasar, diluar satpam dan staf kedubes yang
lebih murah senyum. Demikian juga kebijakan baru dari pemerintah Belanda yang
membebaskan WNI pegawai negeri sipil pemegang paspor dinas (biru) dari
kewajiban memohon visa bukan didasari semangat persahabatan antar kedua bangsa.
Jauh dari itu, justru kebijakan ini mirip dengan kebijakan pemerintah kolonial
Belanda yang memberi berbagai pengecualian (privilege)
kepada raja-raja dan kaum bangsawan untuk menjauhkan mereka dari realita
kehidupan rakyatnya. Pada gilirannya, seperti raja-raja dan kaum bangsawan di
masa lalu, PNS boleh merasa bangga mendapat perlakuan istimewa dari pemerintah
Belanda.
Kebijakan
kedua negara saat ini sangatlah asimetri. Yang satu mengenakan kontrol ketat
yang menuntut pengorbanan privacy,
buka-bukaan data pribadi. Yang lainnya hanya menerapkan aturan yang sangat
longgar, dengan modal USD 25,- dan sabar antri sebentar saja sudah bisa pergi kemana-mana
untuk melakukan apa saja. Bahkan sejak tanggal 1 Juli 2015, Belanda adalah
salah satu negara dibebaskan dari kewajiban visa untuk datang ke Indonesia
selama 30 hari. Kompromi di antara dua ekstrim ini adalah solusi yang elegan.
Kalau screening masih dipandang
perlu maka lakukanlah dengan efisien, efektif, dan tidak menjengkelkan. Misalnya,
kedua warga negara sama-sama dipandang harus mengajukan bukti-bukti
“kebersihannya”, tapi cukuplah satu kali saja untuk selama periode, katakanlah,
tiga tahun. Dengan perkataan lain, setiap kali permohonan visa dikabulkan, di
paspor akan tertempel stiker yang berlaku selama tiga tahun.
Kompromi seperti itu mencerminkan pergaulan antara dua bangsa yang berteman
sejati. Perkataan Balkenende, “IndonesiĆ«
en Nederland zijn echte vrienden” (Indonesia dan Belanda adalah teman
sejati) akan terwujud sepenuhnya. Bukan saja pengusaha Belanda mendapatkan
kebebasan untuk mendekati dan mempelajari peluang bisnis di Indonesia,
pengusaha Indonesia juga akan mendapatkan kebebasan dan peluang bisnis di
Belanda.
Di masa lalu dalam perjalanan sejarahnya, bangsa Belanda dan bangsa
Indonesia pernah bersinggungan erat selama hampir 3,5 abad. Bangsa Jepang dan
bangsa Indonesia bersinggungan erat selama 3,5 tahun. Kebijakan Jepang membebaskan visa kunjungan
singkat bagi WNI mulai tanggal 1 Desember 2014 menunjukkan dengan jelas siapa
yang lebih pantas mengklaim dirinya sebagai teman sejati Indonesia.