Pusaran: Kawan atau Lawan? (2005)
Pusaran: Kawan atau Lawan?
(Artikel ini juga dimuat di Majalah Angkasa pada tahun 2005)
Saat seorang pilot harus bertempur di udara (dogfight), kelincahan pesawat tempur
menjadi faktor penentu hidup atau matinya. Untuk mendapatkan keunggulan
terhadap lawannya, ia harus melakukan berbagai manuver. Ia harus bisa dengan
cepat dan leluasa melakukan gerakan putar, seperti mengangkat hidung pesawat (pitching), memutar ke samping (yawing), dan melakukan gerakan berguling
(rolling) untuk mengincar musuh atau
menghindari ancaman. Sering kali manuver harus dilakukan pada sudut serang yang
tinggi (high angle-of-attack), yaitu
pada posisi pesawat yang menengadah dengan hidung pesawat berada tinggi di atas
pilot.
Pilot adalah aset yang sangat berharga. Kehilangan
pilot beserta pesawatnya akan membawa konsekuensi finansial yang besar terhadap
anggaran angkatan udara, serta mengakibatkan kemampuan tempur skuadron menjadi
pincang. Dan tentu saja, tewasnya seorang pilot adalah musibah untuk
keluarganya dan bangsanya. Karena itu, perancang pesawat tempur senantiasa
dituntut menghasilkan pesawat yang lebih lincah, yang mampu bergerak dengan
akselerasi putar yang tinggi pada sudut serang yang sangat tinggi sekalipun.
Akal manusia telah melahirkan konsep-konsep baru,
seperti thrust-vectoring pada F-22
Raptor dan pesawat eksperimental X-31. Ibaratnya, pilot jaman sekarang bisa
menggerakkan pesawat sesukanya saja. Namun, ini bukannya tanpa risiko. Pertama
adalah faktor manusia. Akselerasi yang tinggi memberikan gaya sentrifugal (g-force) yang besar terhadap tubuh
pilot. Manuver dapat mengakibatkan darah tertahan di kaki, sehingga otak
kekurangan darah yang dapat membuat pilot tak sadarkan diri (Gravity Induced Loss of Consciousness
atau GLOC). Ada juga manuver yang
mengakibatkan pilot merasa bola matanya seperti ditarik keluar dari kepalanya.
Yang kedua adalah faktor teknis pesawat itu sendiri.
Diantaranya, yang penting adalah karakteristik stabilitas dan kendali pesawat,
berkaitan dengan adanya risiko pesawat menjadi tidak stabil tak terkendali.
Pada sudut serang yang tinggi, udara di sekitar pesawat tempur didominasi oleh
fenomena yang dikenal sebagai pusaran atau vortex.
Interaksi antara pesawat terbang dengan udara sangat ditentukan oleh sifat
pusaran. Sayangnya, hingga saat ini fenomena pusaran belum sepenuhnya
dimengerti dan masih sangat sulit diprediksi dengan tepat. Kecelakaan demi
kecelakaan yang berkaitan dengan perilaku pusaran masih terus saja terjadi.
Sebenarnya, pusaran adalah fenomena aliran yang
sering ditemui dalam situasi sehari-hari. Fenomena pusaran bisa dilihat
pada saat kita mengaduk kopi di dalam cangkir. Angin puyuh (tornado) juga merupakan pusaran. Dalam
skala besar, pusaran dapat mengakibatkan bencana hebat, seperti topan badai (hurricane) yang menghantam Florida dan
kepulauan Karibia secara bertubi-tubi pada musim panas yang lalu. Di dalam
pusaran terdapat variasi tekanan udara. Makin dekat ke titik pusatnya, tekanan
makin rendah. Pada topan badai seperti di Florida, tekanan rendah ini
mengakibatkan permukaan air laut terangkat, yang bersama dengan efek tiupan angin dan bentuk dasar pantai, membuat air laut seakan-akan
ditumpahkan ke daratan (Gambar 1).
Photo
credit: NASA
Gambar 1
Tekanan rendah di titik pusat (mata) pusaran
dapat mengangkat permukaan air laut dan mengakibatkan banjir di daratan.
Para perancang pesawat tempur justru memanfaatkan sifat
pusaran ini. Idenya adalah bila pusaran dapat dibangkitkan di sisi atas sayap,
maka akan terjadi daerah bertekanan ekstra rendah pada permukaan atas sayap.
Pada beberapa pesawat tempur, seperti Rafale atau SAAB Grippen, pusaran
dibangkitkan di sepanjang tepi depan (leading
edge) sayap yang berbentuk delta. Pada pesawat tempur lainnya, seperti
F-16, F-18 atau Sukhoi-27, pusaran dibangkitkan oleh bagian sayap yang
memanjang sempit ke depan sejajar badan pesawat, yang disebut leading edge extension atau wing strake. Tekanan yang rendah pada
bagian atas sayap akan memberikan gaya angkat (lift) tambahan, sehingga pesawat dapat bermanuver sampai pada sudut
serang yang tinggi. Kiat ini sangat efektif dan diterapkan praktis pada semua
pesawat tempur modern.
Manusia boleh berikhtiar, namun hukum alamlah yang
menentukan sejauh mana dia bisa capai. Pusaran tidak dapat terus menerus
dieksploitasi untuk mempertahankan kemampuan tempur dengan sudut serang yang
makin tinggi. Kemampuan tempur dibatasi oleh fenomena pecahnya pusaran, yang
disebut vortex burst (Gambar 2). Pada
suatu sudut serang, pola aliran pusaran yang terlihat teratur meninggalkan tepi
depan sayap akan pecah menjadi kacau. Di dalam bagian udara yang kacau ini
tekanan udara meningkat dengan drastis, yang berarti gaya angkat berkurang
dengan cepat.
Pada umumnya, pecahnya pusaran tidak terjadi secara
simetris pada kedua sayap. Akibatnya, ada perbedaan gaya angkat antara kedua
sisi pesawat, sehingga pesawat akan melakukan gerakan berguling. Gerakan ini
bukan atas keinginan pilot, melainkan justru harus dilawan oleh pilot dengan
menggerakkan tangkai kemudi. Celakanya, dalam kasus yang parah, pada saat pesawat
mulai berguling, efektivitas kemudi telah berkurang dengan drastis.
Udara yang kacau dari pecahnya pusaran bisa menerpa dan
menyelimuti bidang-bidang kemudi ekor vertikal, sehingga efektivitas kendalinya
menjadi sangat berkurang. Risiko ini terutama terdapat pada pesawat yang
memiliki ekor vertikal ganda, seperti halnya F18 dan Su-27. Pesawat menjadi
sangat sulit dikendalikan. Situasi akan makin kritis, karena dengan hilangnya
gaya angkat ketinggian pesawat pun berkurang dengan cepat. Catatan dari sebuah
kecelakaan menunjukkan bahwa dalam satu detik ketinggian bisa berkurang seratus
meter. Andaikan itu terjadi pada ketinggian 2000-3000 meter, maka hanya ada
selang waktu 20-30 detik sebelum pesawat menghujam ke bumi.
Biasanya ada suatu prosedur yang dapat dilakukan pilot
dalam situasi sulit seperti itu, yaitu untuk kembali mendapatkan kendali secara
penuh. Namun, prosedur ini memerlukan waktu, sedangkan dalam situasi tempur
musuh tetap mengincar. Lagipula tidak ada jaminan bahwa suatu prosedur akan berhasil,
karena setiap kejadian memiliki karakteristiknya tersendiri. Dapat dibayangkan
seperti apa tekanan mental yang dialami pilot. Ia berada di dalam pesawatnya
yang sulit dikendalikan, bergerak jatuh mendekati permukaan bumi dengan
cepatnya, padahal di sekitarnya musuh asyik mencari posisi menembak yang enak.
Ia harus mengambil keputusan, apakah segera bail-out
dengan kursi lontar, atau tetap berusaha menyelamatkan pesawatnya sampai
detik-detik terakhir. Pusaran yang tadinya adalah kawan dalam bermanuver
menghadapi musuh, seakan-akan berkhianat dengan menebar bahaya yang
menguntungkan pihak musuh.
Untuk mendapatkan kerja sama yang baik dari kawan, kita
harus mengenalnya dengan baik, bagaimana sifat dan perilakunya. Dengan tujuan
untuk mengenal sifat pusaran itulah, anggaran yang sangat besar telah
dibelanjakan di Eropa dan Amerika untuk riset uji terbang dengan pesawat
sesungguhnya (Gambar 2), riset eksperimental di dalam terowongan angin (Gambar
3), dan riset dengan perhitungan numerik menggunakan komputer super cepat
(Gambar 4).
photo credit: NASA
Gambar 2
Leading
edge extension pada pesawat F-18 untuk membangkitkan pusaran.
Pada sudut serang yang tinggi, pusaran akan pecah (vortex burst). Pusaran yang pecah bisa menerpa ekor vertikal sehingga efektifitas
kendalinya berkurang drastis. Pengamatan dilakukan dalam program NASA High Alpha Research Vehicle (HARV).
photo credit: NASA
Gambar 3
Tirai
laser digunakan pada pengujian di dalam terowongan angin untuk mengamati pola
pusaran di atas sayap dan mengukur kecepatan serta tekanan udara di dalam
pusaran.
photo credit: NASA
Gambar 4
Perilaku
pusaran dipelajari dengan program Computational Fluid Dynamics
(CFD) pada supercomputer.
Berbagai riset mengenai pusaran masih terus berlangsung hingga saat
ini dengan intensif. Mekanisme pecahnya pusaran, bahaya yang diakibatkannya,
dan bagaimana mengatasinya, belum dimengerti sepenuhnya oleh para perancang pesawat
maupun pilot. Memang, tidaklah mudah mengenal kawan yang memiliki sifat yang
kompleks.