Panji Berkibar, Layar Terkembang, Empat Langkah Tersandung

Panji Berkibar, Layar Terkembang, Empat Langkah Tersandung

Kita patut bangga dengan prestasi yang pernah dicapai bangsa Indonesia di masa lalu di bidang teknologi/manufaktur pesawat terbang pada fase-1 (NC-212), fase-2 (CN-235), fase-3 (N-250) menuju fase-4 (N-2130).  Persepsi masyarakat terhadap capaian ini dapat dibedakan atas lima kategori. Persepsi tidak selalu berarti tindakan nyata. Persepsi bisa tercermin dari obrolan warung kopi sampai penentuan kebijakan nasional. Lima kategori itu adalah: (1) ideologis mendukung, (2) rasional mendukung, (3) kritis netral, (4) rasional menentang, dan (5) ideologis menentang

Ideologis Mendukung

Makna kategori ini adalah mendukung secara mutlak tanpa syarat. Landasannya adalah nasionalisme kuat (cenderung berlebihan), yang tidak mustahil berasal dari rasa rendah diri (terhadap bangsa lain yang terlihat lebih maju). Citra, status dan kebanggaan nasional adalah prioritas utama di atas segalanya. Kelompok masyarakat ini sensitif terhadap slogan, motto atau kampanye yang mengaitkan "kemajuan bangsa" dengan "kemampuan membuat pesawat terbang sendiri".

Ajang politik global dan interaksi antar bangsa memang turut ditentukan oleh citra dan status bangsa, yang memerlukan keyakinan berdasarkan status dan kebanggaan nasional. Di sisi lain, persepsi ini cenderung membawa ekspresi diri yang berlebihan, tapi seringkali naif, cenderung memoles atau menyembunyikan ketidaksempurnaan. Rasa ingin tahu jadi hilang, tidak sudi melihat atau mengerti apa yang kurang. Pandangan holistik terhadap kemajuan bangsa menjadi mustahil.

Kalau terus dipupuk, persepsi ini membawa risiko. Cepat atau lambat realita akan menunjukkan warna aslinya. Reaksi setiap orang bisa berlainan kalau dikonfrontasi oleh realita yang kurang sedap. Reaksi akan berada di antara dua ekstrim yaitu antara "ngotot" dan "mutung".

Rasional mendukung

Saya pribadi menganggap diri saya berada dalam kategori (2) ini, walaupun sejujurnya di masa lalu saya pernah mengalami periode dimana saya lebih pantas disebut berada pada kategori (1).

Argumentasi kategori ini berkaitan dengan kemandirian, independensi, kebutuhan transportasi, pertahanan, lapangan kerja, penguasaan teknologi, dan lain-lain. Tetapi, terus terang, rasanya belum pernah ada perumusan yang sederhana, gamblang namun terpadu sehingga kita bisa mengatakan secara tegas dan bulat bahwa industri dirgantara, yaitu membuat pesawat terbang sendiri, memang pantas didukung segenap rakyat Indonesia,

Kritis Netral

Masyarakat penerbangan hidup di antara teman, saudara, kenalan dan handai taulan dari sektor selain penerbangan. Tentunya mereka pernah dengar pertanyaan "Bener ngga sih kita bisa ...? Katanya itunya masih import dari sono ya? Katanya banyak orang-orang sono yang dikontrak mahal ya?"

Pertanyaan sah yang berasal dari keinginan tahu, antara percaya dan tidak percaya, antara harapan dan skeptisme. Bisa dimengerti, karena menu yang disajikan terlihat berbeda dengan yang dihidangkan di meja. Pertanyaan datang bukan dari orang-orang bodoh, but from some of the most knowledgeable people in their fields.

Tapi pertanyaan itu menunjukkan juga ketidaktahuan tentang karakter industri pesawat terbang. Mereka yang belajar teknik penerbangan dapat dianggap mampu menjawab pertanyaan itu, karena setidaknya tahu bagaimana karakter industri pesawat terbang.  

Membuat pesawat terbang bisa diibaratkan seperti Ujang membuat karya tulis dengan mengetik di atas keyboard laptop Acer, memakai MS Word, mengutip karya orang lain (dengan menyebutkan sumbernya), memasukkan foto-foto indah yang dibuat orang lain (dengan membayar royalti atau atas izin pemiliknya), dibantu staf penerbit dalam layout-nya, lalu bukunya dicetak dengan mesin Siemens di atas kertas Xerox. Pada waktu peluncuran bukunya, orang melihat dan membaca karya Ujang. If it's a beauty, it becomes a best seller, Ujang gains good reputation, respect and money. Tidak ada yang memperdebatkan TKDB (Tingkat Komponen Dalam Benak) Ujang.

Sering terlintas di pikiran "Nikmati saja apa yang dihidangkan! Di sono juga kan ngga pernah dipertanyakan apakah Vijay ikut bikin bumbu atau James yang bikin semuanya". Tapi perlu disadari, menu yang disajikan juga berbeda, jadi pantas saja kalau ada pertanyaan. 

Pertanyaan akan terus ada secara persisten selama menu yang sama disajikan di media massa. Sebagian masyarakat, yang tergolong kategori (1), mungkin masih senang mendengar dan menelannya bulat-bulat. Untuk sebagian masyarakat lainnya, menu ini berpotensi menimbulkan rasa curiga, tidak percaya, bahkan merasa dibodohi, yang bisa berakibat mereka secara tidak sengaja menempatkan dirinya di kategori (4) atau (5).

Lebih baik menyampaikan pesan yang rasional kepada masyarakat, sehingga masyarakat tahu persis apa, bagaimana dan dimana peran insinyur Indonesia. Lebih baik mengklaim 100% atas X% dari 100%, walaupun X < 100. Dijamin, masyarakat akan memberikan penghargaan 100% atas yang X% itu, tanpa keraguan, tanpa sinisme.

Tinggal di luar negeri, sesekali saya menerima tamu yang sebelumnya tidak saya kenal sama sekali, menginap atau istirahat di rumah. Beberapa waktu yang lalu, dari salah satu tamu, pertanyaan semacam itu juga turut mampir. Saya anggap pertanyaan itu adalah pertanyaan kritis, sebagai feedback yang baik terhadap profesi teknik penerbangan Indonesia.

Ingin saya sampaikan juga, saya juga menerima feedback dari salah satu orang terdekat dalam hidup saya, yaitu almarhum ayah saya, lulusan UC Berkeley seangkatan almarhum Pak Widjojo Nitisastro tapi lulus di bidang science. Beliau tidak anti industri penerbangan (karena itu saya kategorikan netral), tetapi kritis melontarkan pertanyaan dan mengajukan alternatif disamping pengembangan industri pesawat terbang. Kami sering berdiskusi mengenai hal-hal yang terkait dengannya, how things should be and should not be, management-wise, ethic-wise, budget-wise, social-wise, political-wise, academic-wise, etc. ; maaf nyampur bahasa jaksel :)

Rasional menentang

Mungkin contoh yang paling nyata dari kategori ini tercermin dalam larangan yang tertera dalam perjanjian IMF dengan pemerintah Indonesia. Setelah melihat sendiri pemberitaan mengenai apa yang terjadi di Yunani dan negara-negara Eropa lainnya yang terhuyung-huyung dilanda krisis finansial tahun 2008, saya yakin larangan IMF itu adalah rasional. 

Terlepas dari tepat atau tidak, setuju atau tidak, benar atau tidaknya, larangan itu berdasarkan alasan-alasan ekonomis yang rasional dari IMF. Tidak sedikit masyarakat Indonesia yang setuju, dan berpendapat sudah saatnya "pemborosan" dihentikan, dengan alasan-alasan rasional yang berlaku di bidang keahlian mereka.

Ideologis menentang

Singkat kata, makna kategori ini adalah menentang secara mutlak. Apapun hasil atau aspek positifnya, tidak mau lihat, tidak mau mengakui. Pokoknya "tidak", dengan seribu satu macam alasan dan latar belakang. Akan menjadi masalah bangsa kalau orang-orang yang berpengaruh hanyut dalam kategori seperti ini, karena biasanya argumentasinya dari luar tampak rasional, tetapi sebenarnya di dalamnya sangat emosional.

Bahan bacaan

Di masa lalu saya sempat mengambil waktu menelusuri berbagai materi yang berkaitan dengan IPTN, yang bisa diunduh di internet, di antaranya dari arsip majalah Flight International (sekarang Flight Global). Semuanya saya simpan di sini.

Popular posts from this blog

Indonesia Calls!

Contents

History & Commemoration